Pages - Menu

Rabu, 11 Mei 2016

Cara Taubat Dari Perbuatan Zina Dan Bagaimana Jalan Taubat Dari Zina

Kerusakan Yang Diakibatkan Zina[1]
Zina merupakan kerusakan besar, keburukan nyata, dan pengaruhnya begitu besar yang mengakibatkan berbagai kerusakan, baik terhadap orang yang melakukan maupun terhadap masyarakat secara umum.
Mengingat perbuatan zina ini sudah sering terjadi, demikian juga penyebabnya pun sudah tersebar dimana-mana, maka berikut ini kami akan berusaha menghadirkan beberapa dampak negatif dari perbuatan kotor ini, serta berbagai kemudharatan dan kerusakan yang diakibatkannya.
1. Dalam perbuatan zina tekumpul semua jenis keburukan, seperti lemahnya agama, hilangnya ketakwaan, hancurnya kesopanan, lenyapnya rasa cemburu, dan terkuburnya akhlak terpuji.
2. Perbuatan zina dapat membunuh rasa malu sehingga menjadikan seseorang tebal muka atau tidak tahu malu.
3. Perbuatan zina mempengaruhi keceriaan wajah sehingga menjadikannya kusam, kelam, dan tampak layu bagaikan orang yang mengalami kesedihan mendalam. Di samping itu, zina dapat memicu kebencian yang bisa disaksikan oleh orang yang melihatnya.
4. Perbuatan zina mengakibatkan kegelapan dan hilangnya cahaya hati.
5. Perbuatan zina menjatuhkan bahkan menghilangkan harga diri pelakunya, menjatuhkan derajatnya di hadapan sang Pencipta dan seluruh makhluk-Nya, serta menghilangkan sebutan hamba yang berbakti, ’afif (pemelihara kehormatan diri), dan orang yang adil. Bahkan sebaliknya, orang banyak akan menjulukinya sebagai hamba yang jahat, fasik, pelacur, dan pengkhianat.
6. Sifat liar yang dicampakkan Allah ke dalam hati pezina merupakan teman akrab yang tampak jelas pada wajah pelakunya. Pada wajah orang yang ‘afif akan terlihat keceriaan, pada hatinya terdapat keramahan, dan semua yang duduk bersamanya akan merasa senang, sedangkan pada wajah pezina malah terlihat sebaliknya.
7. Orang akan melihat seorang pezina dengan pandangan yang meragukan, penuh dengan khianat. Tidak ada seorang pun yang akan percaya tentang kehormatan yang diraihnya dan anak yang dimilikinya.
8. Bau busuk yang keluar dari tubuh seorang pezina dapat dicium oleh setiap orang yang berhati bersih dan selamat. Bau busuk tersebut berhembus dari mulut dan badannya.
9. Perbuatan zina akan mengakibatkan hati yang sempit dan perasaan tertindas. Para pezina akan diperlakukan dengan perlakuan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Siapa saja yang menginginkan kenikmatan hidup dengan keindahannya, tetapi ia meraihnya dengan cara bermaksiat kepada Allah, maka Allah pasti akan mengadzabnya dengan kebalikan apa yang diinginkannya. Sesungguhnya, semua kenikmatan yang ada di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan cara mentaati perintah-Nya. Allah sama sekali tidak pernah menjadikan suatu kemaksiatan sebagai penyebab untuk memperoleh kebaikan.
10. Orang yang melakukan perbuatan zina berarti telah mengharamkan dirinya untuk menikmati bidadari Surga di tempat-tempat indah dalam surga ’Adn
11. Perbuatan zina dapat membuat orang berani memutuskan tali shilaturahim, durhaka terhadap orang tua, menghasilkan harta yang haram, membuahkan akhlak tercela, serta menelantarkan keluarga dan keturunan. Kadang-kadang zina dapat menyeret pelakunya untuk melakukan pembunuhan. Bisa jadi untuk melakukan niat jahat itu, ia bekerja sama dengan tukang sihir sehingga menyeretnya ke dalam perbuatan syirik baik ia ketahui maupun tidak. Sebab, perbuatan zina tidak akan sempurna kecuali dengan melakukan kemaksiatan lain yang sebelumnya dan yang dilakukan bersamaan dengannya sehingga akan mengakibatkan munculnya berbagai macam maksiat lainnya. Perbuatan ini dikelilingi oleh berbagai kemaksiatan sebelum dan sesudahnya. Maksiat inilah yang paling cepat menyeret seseorang kepada kesengsaraan dunia dan akhirat serta merupakan penghalang yang paling kuat untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.
12. Perbuatan zina menghilangkan kehormatan seorang gadis dan menyelimutinya dengan kehinaan, yang tidak hanya di tanggung seorang diri, tapi juga akan mencemari kehormatan keluarganya. Rasa hina itu akan berpengaruh terhadap keluarga, suami dan kerabatnya, sehingga membuat kepala-kepala mereka tertunduk malu di tengah masyarakat.
13. Kehinaan yang dirasakan oleh orang yang dituduh berbuat zina lebih menyayat dan lebih kekal dibandingkan dengan kehinaan yang dirasakan oleh orang yang dituduh berbuat kafir. Sebab jika seorang yang bertaubat dari perbuatan kufur, justru akan dapat menghilangkan rasa hina di tengah masyarakat, tidak meninggalkan bekas pada masyarakat yang dapat menjatuhkan derajat orang seperti dirinya di hadapan orang yang dilahirkan dalam keadaan Islam.
Lain halnya dengan perbuatan zina, sebab setelah bertaubat dari perbuatan ini –walaupun pelakunya secara agama sudah bersih dan dengan taubat itu pula adzab akhirat yang akan diterimanya sudah terangkat- masih meninggalkan bekas yang sangat mendalam di dalam hati, harga dirinya di mata masyarakat yang tidak pernah melakukan perbuatan tersebut jadi berkurang sesuai dengan kadar perbuatan zina yang ia lakukan.
Lihatlah seorang wanita yang disebut sebagai pezina, bagaimana kaum pria menjauh dan tidak mau menikahinya walaupun ia telah bertaubat. Demi menghindari aib yang dahulu telah mencoreng harga dirinya, mereka pun lebih mengutamakan menikah dengan wanita kafir yang sudah masuk Islam, daripada menikah wanita yang besar dalam agama Islam, namun ia melakukan perbuatan zina.
16. Perbuatan zina merupakan kejahatan moral terhadap anak. Perbuatan zina juga menyebabkan munculnya seorang anak yang miskin kasih sayang yang bisa mengikatnya. Selain merupakan kejahatan terhadap anak yang dilahirkan, zina juga memaksa anak tersebut hidup hina dalam masyarakat dan membuatnya merasa terpojok dari setiap sudut. Perasaan seperti ini muncul sebab pada umumnya masyarakat meremehkan anak zina, nurani mereka mengingkarinya, dan mereka tidak memandangnya dari segi kemasyarakatan sebagai pelajaran. Apakah dosa anak ini ? hati siapakah yang begitu tega membuatnya seperti ini ?
17. Perbuatan zina yang dilakukan seorang pria pezina, dapat menghancurkan wanita baik-baik yang terpelihara dan menjerumuskannya pada jurang kehancuran dan kenistaan.
18. perbuatan zina dapat memicu munculnya berbagai permusuhan dan mengobarkan api balas dendam antara keluarga wanita dengan laki-laki yang menzinainya. Hal itu disebabkan oleh api cemburu terhadap harga diri keluarga. Tatkala seseorang melihat salah seorang pezina telah berbuat lancang terhadap istrinya, api cemburu yang ada dalam dadanya akan membara sehingga dapat memicu terjadinya saling bunuh dan menyebarnya peperangan. Sebab, pencorengan terhadap harga diri seorang suami dan kerabat lainnya dapat membuat malu dan menodai kehormatan mereka. Seandainya seorang suami mendengar bahwa salah satu keluarganya terbunuh, niscaya kabar itu lebih ringan baginya daripada mendengar bahwa istrinya telah berbuat zina.
Sa’ad bin ’Ubadah radliyallahu’anhu berkata, ”Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku, tentu aka akan memenggal lehernya dengan pedang tanpa kumaafkan”.
Kalimat itupun sampai kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, lantas beliau pun bersabda:
”Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripada Sa’ad dan Allah lebih cemburu daripada aku. Karena kecemburuan Allah tersebutlah, makadi haramkan segala bentuk kekejian yang tampak maupun yang tersembunyi” (HR. Bukhori (5223) dan Muslim (2761))
Lain halnya dengan orang yang membenci perzinaan, menjauhinya, serta tidak rela hal itu terjadi terhadap yang lainnya. Gambaran seperti ini akan memberikannya kewibawaan dalam hati anggota keluarganya dan akan membantu menjadikan rumahnya bersih dan terjaga dari hal-hal buruk.
19. perbuatan zina memberi dampak negatif terhadap kesehatan jasmani pelaku yang sulit diobati atau disembuhkan, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup pelakunya. Perbuatan itu akan memicu munculnya berbagai penyakit, seperti AIDS, penyakit sifilis, penyakit herpes, penyakit kelamin, dan penyakit kotor lainnya.
Beberapa pihak telah mengklaim bahwa penyebab terbesar mewabahnya penyakita AIDS adalah karena sex bebas atau dengan kata lain zina. Seperti di Subang, di klaim bahwa AIDS 73% disebabkan oleh perilaku sex bebas remaja[2], bahkan di Kupang sampai 98% penyebab mewabahnya AIDS adalah karena sex bebas[3].
20. Perbuatan zina merupakan penyebab hancurnya suatu ummat. Sudah menjadi sunnatullah terhadap hamba-Nya bahwa ketika perbuatan zina muncul ke permukaan bumi, Allah azza wa jalla marah dan kemarahan-Nya pun semakin besar sehingga pasti akan mengakibatkan terjadinya balasan berupa bencana di atas muka bumi.
Ibnu Mas’ud Radliyallahu’anhu berkata: ”Tidaklah tampak perbuatan memakan riba dan perzinaan dalam suatu negeri, melainkan Allah mengizinkan kehancurannya.”
Ingatlah, Suatu Perbuatan Akan Dibalas Sesuai Dengan Jenis Perbuatan Tersebut[4]
Kalimat judul poin ini adalah suatu kaidah syar’iyyah dan sunnatullah yang tidak akan pernah berganti. Allah ta’ala akan membalas seseorang sesuai dengan perbuatannya.
Wahai saudaraku….apakah Anda mengira bahwa orang yang mengumbar syahwatnya tanpa ada aturan dan tatanan akan selamat dari adzab Allah? Tidak. Minimal ia akan mendapatkan adzab seperti yang terkandung dalam kaidah di atas. Coba Anda dengarkan ungkapan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah:
Jagalah kehormatan kalian, niscaya istri-istri kalian akan terjaga dari perbuatan haram
Hindarilah segala yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim
Zina adalah hutang, Jika Engkau mengambilnya hutang
Maka, Ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu
Barangsiapa berzina, akan dizinai meskipun di dalam rumahnya
Camkanlah, jika engkau termasuk orang yang berakal
Barangsiapa yang berusaha mengoyak kehormatan orang lain, maka dimungkinkan ia akan melihat hal serupa menimpa pada anak perempuan atau saudara perempuannya. Barangsiapa yang tidak mempedulikan larangan-larang Allah, bisa saja (berakibat) istrinya mengkhianatinya. Dan wanita mana saja yang melakukan hal itu, maka dimungkinkan ia akan melihat hal serupa menimpa pada anak perempuan atau anak keturunannya –semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita semua dari segala bencana-.
Menuju Taubat Dari Perbuatan Zina[5]
Setelah kita mengetahui besarnya kejahatan dosa zina serta pengaruhnya yang dapat menghancurkan pribadi dan masyarakat, maka perlu sekali diperhatikan kewajiban untuk bertaubat dari perbuatan ini. Wajib bagi mereka yang terperosok ke dalam lembah perzinaan, yang menjadi penyebab ataupun yang membantu terjadinya perbuatan itu, untuk segera bertaubat kepada Allah dengan taubat sebenarnya. Berikut ini beberapa poin cara bertaubat dari perbuatan zina:
1. Hendaklah mereka menyesali apa yang pernah mereka lakukan dan tidak kembali lagi pada perbuatan tersebut walaupun sangat memungkinkan.
2. Tidak harus bagi mereka yang terperosok dalam lembah perzinaan, baik laki-laki ataupun perempuan untuk menyerahkan diri dan mengakui perbuatan dosa yang dilakukannya. Bahkan, cukup baginya dengan bertaubat kepada Allah dan menutup aib dirinya dengan tabir Allah azza wa jalla.
3. Jika orang yang berzina tadi masih menyimpan gambar pasangannya, rekaman suara, atau fotonya, maka hendaklah ia melepaskan diri dari itu semua. Apabila gambar atau rekaman suara tadi sudah diberikan kepada orang lain, maka hendaklah ia tidak memintanya kembali dan segera menyelamatkan diri darinya bagaimanapun caranya.
4. Apabila seorang wanita pernah direkam atau difoto, kemudian ia khawatir masalahnya akan tersebar, maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah ta’aladan tidak menjadikan hal itu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah ta’ala.
Bahkan, wajib baginya bertaubat kepada Allah. Janganlah ia terpengaruh oleh ancaman dan intimidasi orang lain. Allah subhanahu wa ta’ala yang akan mencukupi dan menguasai dirinya. Sungguh orang yang mengancamnya hanyalah pengecut dan penakut. Orang ini akan membongkar kejelekannya sendiri apabila menyebarkan gambar-gambar dan rekaman suara yang ada padanya.
Lalu apakah yang akan terjadi apabila ia melaksanakan ancaman itu? Manakah yang lebih mudah antara terbongkarnya kejelekan di dunia yang disertai dengan taubat nasuha ataukah terbongkarnya kejelekan di depan seluruh ummat yang menyaksikan pada hari Kiamat sehingga setelah itu ia masuk Neraka yang merupakan sejelek-jelek tempat?
5. Apabila perempuan tadi khawatir aibnya akan tersebar, maka salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam menggapai taubat adalah meminta bantuan kepada salah seorang keluarga laki-laki yang bisa diandalkan untuk menolongnya agar terlepas dari kemaksiatan yang pernah dilakukannya. Mungkin saja bantuan keluarga itu dapat berguna dan bermanfaat baginya.
Kesimpulannya, barangsiapa yang terperosok ke dalam kubangan dosa ini hendaklah segera bertaubat dengan sebenar-benar taubat, menyerahkan semuanya kepada Allah, dan memutuskan hubungan dengan semua yang dapat mengingatkannya pada perbuatan itu. Kemudian, hendaklah ia menyesali semua yang telah dilakukannya di hadapan Rabb-nya, dengan penuh tawadlu’, merendahkan diri, dan menyerahkan semuanya kepada-Nya. Semoga dengan begitu, Allah azza wa jalla berkenan menerima taubatnya, mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukannya, dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan.
Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ لاَيَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلاَيَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَيَزْنُونَ وَمَن يَّفْعَلْ ذَلِكَ يَلقَ أَثَامًا {68} يُضَاعَفُ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا {69} إِلاَّ مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {70}

”Dan orang-orang yang tidak menyembah Ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon: 68-70)

sambungan

Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut :



1. Berbicara Dengan Sengaja



Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam AlQuran, dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) berikut:



عن زيد بن ارقم رضي الله عنه, قال: كنا نتكلم فى الصلاة, يتكلم أحدنا اخاه فى حاجته, حنى نزل فقول الله تعالى: (حافظوا على الصلوات و الصلاة الوسطى و قوموا لله قانتين) فأمرنا نالسكوت





ِArtinya:

“Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,”Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).



Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa sadar alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’ memberikan keringanan bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama perkataan atau atau pun kata yang disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat dikatakan tidak lebih dari 6 kata.



2. Makan dan Minum



Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal. Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan dan minum dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap akan membatalkan shalatnya.

Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah الحمصة (tidak bisa dibakar ataupun di masak kembali), yaitu kadar/batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka shalatnya tidak batal. Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa mencair atau pun meleleh ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan membatalkan shalatnya.



3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus



Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.

Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).

Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat.



4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat



Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.

Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Mazhab Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya.

Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah.



Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak menghadap kiblat dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghadap kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin menggeser-geser tempat tidurnya atau orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya tidak mengarah ke arah kiblat, sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau shalat. Maka jika mungkin, di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak mungkin (misalnya karena menghadap kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi), maka dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika bisa mengusahakan bus berhenti di waktu shalat, maka ini adalah yang terbaik.



5. Terbuka Aurat Secara Sengaja



Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para Ulama dari mazhab Syafi’iyah dan Ulama Hanabilah mengatakan tidak batal.

Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.

Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.



6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar



Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.

Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah mendapat hadats.



7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat



Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya dan tidak segera ditepis/tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.

Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan shalat.



8. Tertawa



Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.



9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal



Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.



10. Berubah Niat



Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.



11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja



Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam shalat maka dia harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud syahwi, maka bisa dilakukan setelah salam.

Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.

Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.



12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah



Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.

AS-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan imam.



13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum



Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu’ saat itu dan mengulangi lagi shalatnya.



14. Berubah Niat



Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat (mushalli) keluar dari shalatnya, maka shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus dimulai dengan niat yang pasti.



15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja



Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.

Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

HHAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT



Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut :
1. Berbicara Dengan Sengaja
Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam AlQuran, dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) berikut:
عن زيد بن ارقم رضي الله عنه, قال: كنا نتكلم فى الصلاة, يتكلم أحدنا اخاه فى حاجته, حنى نزل فقول الله تعالى: (حافظوا على الصلوات و الصلاة الوسطى و قوموا لله قانتين) فأمرنا نالسكوت
Artinya:

“Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,”Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).
Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa sadar alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’ memberikan keringanan bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama perkataan atau atau pun kata yang disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat dikatakan tidak lebih dari 6 kata.
2. Makan dan Minum
Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal. Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan dan minum dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap akan membatalkan shalatnya.
Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah الحمصة (tidak bisa dibakar ataupun di masak kembali), yaitu kadar/batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka shalatnya tidak batal. Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa mencair atau pun meleleh ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan membatalkan shalatnya.
3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus
Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.
Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).
Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat.
4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat
Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.
Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Mazhab Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya.
Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah.
Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak menghadap kiblat dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghadap kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin menggeser-geser tempat tidurnya atau orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya tidak mengarah ke arah kiblat, sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau shalat. Maka jika mungkin, di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak mungkin (misalnya karena menghadap kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi), maka dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika bisa mengusahakan bus berhenti di waktu shalat, maka ini adalah yang terbaik.
5. Terbuka Aurat Secara Sengaja
Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para Ulama dari mazhab Syafi’iyah dan Ulama Hanabilah mengatakan tidak batal.
Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.
Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.
6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar
Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.
Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah mendapat hadats.
7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat
Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya dan tidak segera ditepis/tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.
Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.
Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan shalat.
8. Tertawa
Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.
9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal
Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.
10. Berubah Niat
Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.
11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja
Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam shalat maka dia harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud syahwi, maka bisa dilakukan setelah salam.
Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.
Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.
12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah
Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.
AS-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan imam.
13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum
Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu’ saat itu dan mengulangi lagi shalatnya.
14. Berubah Niat
Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat (mushalli) keluar dari shalatnya, maka shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus dimulai dengan niat yang pasti.
15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja
Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.

Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.