Sejarah VOC di Indonesia merupakan bagian dari masa kolonisasi Eropa yang terjadi pada tahun 1512 hingga tahun 1850 dan berlanjut pada tahun 1945 hingga 1950. Setelah sebelumnya berhasil mengusir pergi Portugis, pihak Belanda mendirikan kantor cabang VOC di Indonesia dengan pos pertama yang mereka dirikan terletak di daerah Banten pada tahun 1603 dan di Jayakarta yang nantinya berubah nama menjadi Batavia pada tahun 1611. Meskipun tujuan awal mereka datang ke Indonesia adalah untuk memonopoli tukar menukar rempah, mereka yang biasa menggunakan kekerasan untuk mendapatkan rempah kemudian mulai terlibat dalam masalah-masalah politik yang terjadi di sekitaran pulau Jawa sehingga tidak jarang mereka terlibat perang di beberapa daerah sebelum akhirnya dinyatakan bangkrut pada tahun 1800 dan segala kepentingan di Indonesia diserahkan kepada pemerintahan Hindia Belanda. Awal Mula Tibanya VOC di Indonesia
Sejarah VOC di Indonesia mungkin tidak akan terjadi jika pada tahun 1596, anggota ekspedisi Belanda tidak kehilangan setengah kru kapalnya, tidak membunuh pangeran Jawa, dan tidak kehilangan kapal namun berhasil kembali ke Belanda dengan rempah yang banyak. Dari ekspedisi yang juga butuh biaya besar baik materi maupun nyawa pasukan mereka, pihak Belanda mendapatkan untung yang sangat besar dari penjualan rempah yang berhasil mereka dapatkan. Hal tersebut mendorong mereka untuk melakukan ekspedisi lagi dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Demi menekan timbulnya pesaing yang akan memotong keuntungan mereka, pemerintah Belanda menyatukan para perusahaan perdagangan yang saling bersaing menjadi sebuah perusahaan besar dengan nama Vereenigde Oostindische Compagnie (Persatuan Dagang Hindia Timur, VOC). Pada tahun 1602, States-General Belanda memberikan VOC kebebasan untuk melakukan monopoli rempah di Asia selama 21 tahun, dan VOC juga dianugerahi kekuatan quasi-pemerintahan termasuk kemampuan untuk mengadakan perang, memenjarakan dan membunuh tawanan, membuat perjanjian, mengeluarkan uang, dan mendirikan koloni.
Sejarah VOC di Indonesia pertama kali tercatat ketika pada tahun 1603, mereka mendirikan pos perdagangan permanen di Banten yang terletak di bagian barat daya Jawa. Pos kedua mereka didirikan pada tahun 1611 di Jayakarta. Pada tahun 1604, pihak VOC kembali menjalankan pelayaran kedua mereka dan kali ini yang menjadi target adalah Maluku. Pada masa dimana banyak terjadi pendirian pos dagang ini, mulai terjadi kompetisi di sekitar Nusantara antara Inggris dan Belanda dalam hal akses terhadap rempah-rempah. Akhirnya, persetujuan diplomatis dan kerjasama antara Inggris dan Belanda mengenai perdagangan rempah berakhir dengan Pembantaian Ambon dimana 10 pasukan Inggris ditangkap, disiksa, dan dibunuh sebagai hasil dari konspirasi mereka kepada pemerintahan Belanda. Kejadian tersebut menuntut Inggris menarik seluruh pasukan yang telah mereka tempatkan di Indonesia kecuali Banten.
Pendudukan Absolut VOC akan Indonesia
Pada tahun 1610 hingga 1619, sejarah VOC di Indonesia terfokus pada posisi markas besar mereka yang berada di Ambon. Meskipun markas mereka ada di daerah yang merupakan pusat produksi rempah, daerah tersebut adalah area yang jauh dari rute dagang Asia dan aktivitas VOC lainnya yang membentang dari Afrika hingga Jepang. Karena hal ini, mereka mulai mencari daerah baru sebagai markas besar dan beberapa daerah mulai menjadi perhitungan. Salah satu daerah yang sempat mereka jadikan markas adalah selat Malaka yang dinilai strategis, tapi sayangnya Portugis sudah menduduki daerah tersebut dan membuatnya menjadi berbahaya. Baru pada tahun 1619 ketika Jan Pieterszoon Coen diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC, serangan terhadap Banten dilaksanakan dengan pasukan yang berisi 19 kapal, dan dari sisa-sisa Jayakarta, mereka membangun kota baru yang diberi nama Batavia sebagai markas baru.
Pada masa pemerintahan Coen, keberadaan VOC di Indonesia semakin kuat dengan idenya untuk membuat Batavia sebagai pusat dagang intra-Asia yang membentang dari Jepang ke Tiongkok, Burma, Kepulauan Indonesia, Ceylon, dan bahkan Persia. Hal ini ia peroleh dengan mempekerjakan prajurit sewaan dari Ambon dan buruh Tiongkok untuk mengembangkan ambisinya. Meskipun rencana ini tidak berhasil direalisasikan, Coen berhasil memperkuat kekuatan VOC di Indonesia dengan membuat aliansi bersama Sultan Ternate pada tahun 1607 untuk mengontrol produksi cengkeh, dan pendudukkan kepulauan banda memberi mereka kendali akan perdagangan pala. Pada tahun 1641, pihak Belanda juga berhasil mengambil alih Malaka dari Portugis dan memberikan mereka kontrol akan laut sekitar.
Pada pertengahan abad ke-17, Batavia telah menjadi pusat dagang yang penting. Beberapa kali juga kota tersebut telah berhasil menghalau serangan dari kerajaan Mataram. Pihak VOC juga berhasil menundukkan Makassar pada tahun 1667 dan mengambil alih pelabuhan di Sumatra pada tahun 1660, menyebabkan semakin kuatnya VOC di Indonesia. Pada masa-masa itu, VOC harusnya terfokus pada pendirian pos dagang baru dan sebisa mungkin menjauh dari urusan politik dari kerajaan manapun, tapi pada kenyataannya mereka terlalu jauh masuk dalam konflik internal Jawa.
Pada tahun 1740-an, mulai banyak pemberontakan terhadap VOC yang dimulai dengan pembantaian orang-orang etnis maupun keturunan Tionghoa pada 9 Oktober 1740. Bermula dari Mei tahun 1741, beberapa pos VOC mulai diserang dan dihancurkan. Pada bulan November 1741, Pakubuwono II mulai turun tangan membantu orang-orang Tionghoa untuk mengepung pos VOC dengan total pasukan 20.000 orang Jawa, 3.500 orang Tionghoa, dan 30 pucuk meriam. Pada tanggal 1 Januari 1800, Belanda kalah perang dan VOC dibubarkan karena beberapa alasan seperti kebangkrutan yang mengakhiri sejarah VOC di Indonesia.
Sejarah VOC di Indonesia mungkin tidak akan terjadi jika pada tahun 1596, anggota ekspedisi Belanda tidak kehilangan setengah kru kapalnya, tidak membunuh pangeran Jawa, dan tidak kehilangan kapal namun berhasil kembali ke Belanda dengan rempah yang banyak. Dari ekspedisi yang juga butuh biaya besar baik materi maupun nyawa pasukan mereka, pihak Belanda mendapatkan untung yang sangat besar dari penjualan rempah yang berhasil mereka dapatkan. Hal tersebut mendorong mereka untuk melakukan ekspedisi lagi dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Demi menekan timbulnya pesaing yang akan memotong keuntungan mereka, pemerintah Belanda menyatukan para perusahaan perdagangan yang saling bersaing menjadi sebuah perusahaan besar dengan nama Vereenigde Oostindische Compagnie (Persatuan Dagang Hindia Timur, VOC). Pada tahun 1602, States-General Belanda memberikan VOC kebebasan untuk melakukan monopoli rempah di Asia selama 21 tahun, dan VOC juga dianugerahi kekuatan quasi-pemerintahan termasuk kemampuan untuk mengadakan perang, memenjarakan dan membunuh tawanan, membuat perjanjian, mengeluarkan uang, dan mendirikan koloni.
Sejarah VOC di Indonesia pertama kali tercatat ketika pada tahun 1603, mereka mendirikan pos perdagangan permanen di Banten yang terletak di bagian barat daya Jawa. Pos kedua mereka didirikan pada tahun 1611 di Jayakarta. Pada tahun 1604, pihak VOC kembali menjalankan pelayaran kedua mereka dan kali ini yang menjadi target adalah Maluku. Pada masa dimana banyak terjadi pendirian pos dagang ini, mulai terjadi kompetisi di sekitar Nusantara antara Inggris dan Belanda dalam hal akses terhadap rempah-rempah. Akhirnya, persetujuan diplomatis dan kerjasama antara Inggris dan Belanda mengenai perdagangan rempah berakhir dengan Pembantaian Ambon dimana 10 pasukan Inggris ditangkap, disiksa, dan dibunuh sebagai hasil dari konspirasi mereka kepada pemerintahan Belanda. Kejadian tersebut menuntut Inggris menarik seluruh pasukan yang telah mereka tempatkan di Indonesia kecuali Banten.
Pendudukan Absolut VOC akan Indonesia
Pada tahun 1610 hingga 1619, sejarah VOC di Indonesia terfokus pada posisi markas besar mereka yang berada di Ambon. Meskipun markas mereka ada di daerah yang merupakan pusat produksi rempah, daerah tersebut adalah area yang jauh dari rute dagang Asia dan aktivitas VOC lainnya yang membentang dari Afrika hingga Jepang. Karena hal ini, mereka mulai mencari daerah baru sebagai markas besar dan beberapa daerah mulai menjadi perhitungan. Salah satu daerah yang sempat mereka jadikan markas adalah selat Malaka yang dinilai strategis, tapi sayangnya Portugis sudah menduduki daerah tersebut dan membuatnya menjadi berbahaya. Baru pada tahun 1619 ketika Jan Pieterszoon Coen diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC, serangan terhadap Banten dilaksanakan dengan pasukan yang berisi 19 kapal, dan dari sisa-sisa Jayakarta, mereka membangun kota baru yang diberi nama Batavia sebagai markas baru.
Pada masa pemerintahan Coen, keberadaan VOC di Indonesia semakin kuat dengan idenya untuk membuat Batavia sebagai pusat dagang intra-Asia yang membentang dari Jepang ke Tiongkok, Burma, Kepulauan Indonesia, Ceylon, dan bahkan Persia. Hal ini ia peroleh dengan mempekerjakan prajurit sewaan dari Ambon dan buruh Tiongkok untuk mengembangkan ambisinya. Meskipun rencana ini tidak berhasil direalisasikan, Coen berhasil memperkuat kekuatan VOC di Indonesia dengan membuat aliansi bersama Sultan Ternate pada tahun 1607 untuk mengontrol produksi cengkeh, dan pendudukkan kepulauan banda memberi mereka kendali akan perdagangan pala. Pada tahun 1641, pihak Belanda juga berhasil mengambil alih Malaka dari Portugis dan memberikan mereka kontrol akan laut sekitar.
Pada pertengahan abad ke-17, Batavia telah menjadi pusat dagang yang penting. Beberapa kali juga kota tersebut telah berhasil menghalau serangan dari kerajaan Mataram. Pihak VOC juga berhasil menundukkan Makassar pada tahun 1667 dan mengambil alih pelabuhan di Sumatra pada tahun 1660, menyebabkan semakin kuatnya VOC di Indonesia. Pada masa-masa itu, VOC harusnya terfokus pada pendirian pos dagang baru dan sebisa mungkin menjauh dari urusan politik dari kerajaan manapun, tapi pada kenyataannya mereka terlalu jauh masuk dalam konflik internal Jawa.
Pada tahun 1740-an, mulai banyak pemberontakan terhadap VOC yang dimulai dengan pembantaian orang-orang etnis maupun keturunan Tionghoa pada 9 Oktober 1740. Bermula dari Mei tahun 1741, beberapa pos VOC mulai diserang dan dihancurkan. Pada bulan November 1741, Pakubuwono II mulai turun tangan membantu orang-orang Tionghoa untuk mengepung pos VOC dengan total pasukan 20.000 orang Jawa, 3.500 orang Tionghoa, dan 30 pucuk meriam. Pada tanggal 1 Januari 1800, Belanda kalah perang dan VOC dibubarkan karena beberapa alasan seperti kebangkrutan yang mengakhiri sejarah VOC di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar