Atlantis yang berasal dari bahasa Yunani Kuno Ἀτλαντὶς νῆσος yang berarti “pulau Atlas” merupakan sebuah pulau fiksi yang beberapa kali disebut sebagai alegori tentang keangkuhan suatu negara dalam tulisan Plato yang berjudul Timaeus dan Critias. Atlantis menggambarkan sebuah kekuatan maritim antagonis yang menyerang Athena kuno, sebuah penggambaran pseudo-historic dari negara ideal yang didambakan Plato.
Sejarah Atlantis Oleh Plato
Tulisan yang mengandung referensi paling awal tentang sejarah dan misteri benua Atlantis ada dalam tulisan Plato, Timaeus dan Critias yang ditulis pada tahun 360 sebelum masehi. Dalam kedua karya tersebut, muncul empat orang yang terdiri dari Critias dan Hermocrates, dua orang politisi, serta Socrates dan Timaeus dari Locri, dua orang filsuf. Meski begitu, hanya Critias yang membicarakan tentang Atlantis. Dalam kedua tulisannya, Plato menggunakan metode Socratic. Entah atas alasan apa, Plato tidak pernah menyelesaikan Critias.
Dari apa yang tertulis di Critias, dewa-dewa Hellenik kuno memisahkan benua-benua sehingga tiap dewa memiliki tanah mereka masing-masing, dan Poseidon memilih pulau Atlantis sebagai daerahnya. Pulau yang dipilih oleh Poseidon tadi jauh lebih besar dari Libya Kuno dan Asia Minor bahkan jika keduanya digabungkan, meskipun pada akhirnya pulau itu terguncang oleh gempa bumi dan tenggelam jauh ke dalam laut. Orang-orang mesir pada masa itu, menurut Plato, mendeskripsikan Atlantis sebagai sebuah pulau yang kebanyakan daerahnya adalah pegunungan di sisi utara sepanjang pantai, dan di sisi selatan terdiri dari padang yang sangat luas sepanjang 555 kilometer. Bagian pusat dari pulau tersebut memiliki diameter sekitar 0.92 kilometer.
Dalam mitologi yang ditulis sendiri oleh Plato, sejarah benua Atlantis dimulai ketika Poseidon jatuh cinta pada Cleito, anak dari Evenor dan Leucippe yang memberikannya lima pasang anak kembar laki-laki. Anak yang paling tua, Atlas, dijadikan raja seluruh pulau dan samudra yang akhirnya diberi nama Samudra Atlantis. Adik kembarnya, Gadeirus atau yang dalam mitologi Yunani disebut Eumelus, diberikan ekstrimitas pulau hingga pilar Herkules. Sisanya Ampheres & Evaemon, Mneseus dan Autochthon, Azaes dan Diaprepes, dan Elasippus dan Mestor diberikan kemampuan untuk “mengatur banyak orang, serta teritori yang besar”.
Poseidon mengukir gunung yang ia dan Cleito tempati menjadi sebuah kasti dan mengitarinya dengan tiga buah parit yang ukurannya terus bertambah. Warga Atlantis kemudian membangun jembatan di arah utara gunung, membuat sebuah rute menuju bagian pulau yang lainnya. Selain jembatan, mereka juga menggali sebuah kanal besar di laut, dan di sekitar jembatan diukir lah sebuah terowongan melewati cincin-cincin batu agar kapal-kapal mampu berlayar menuju kota melalui gunung-gunung.
Menurut tulisan Plato dalam Critias, 9000 tahun sebelum masanya, sebuah perang besar terjadi antara mereka yang ada di luar Pilar Herkules di selat Gibraltar dan mereka yang tinggal di dalam Pilar Herkules. Pada saat itu, masyarakat Atlantis berhasil mendudukkan bagian Libya yang ada di dalam daerah Pilar Herkules hingga sejauh Mesir, dan bagian Eropa hingga Tyrrhenia, dan memaksa orang-orang itu untuk menjadi budak mereka. Orang-orang Athena kemudian memimpin sebuah aliansi perlawanan untuk melawan kekejaman rezim kerajaan Atlantis. Bahkan ketika aliansi yang dibuat hancur, warga Athena akhirnya berhasil mengalahkan kerajaan Atlantis sendirian, membebaskan tanah-tanah yang sebelumnya sudah diambil oleh kerajaan tadi. Tidak butuh waktu lama untuk para dewa mengamuk akan apa yang diperbuat oleh warga Atlantis, karena dalam Critias kembali tercatat tentang sebuah gempa bumi dan banjir yang meluluhlantakkan seluruh benua itu.
Sejarah Atlantis Modern
Tulisan dari dua karya Plato tadi berhasil mengubah dunia sastra modern, karena sejak kedua tulisan tersebut terbit, banyak penulis-penulis yang menggunakan atau bahkan membuat sendiri sejarah lanjutan tentang Atlantis. Meski begitu, hampir seluruh interpretasi tentang Atlantis di era modern dianggap sebagai pseudohistory, pseudoscience, atau bahkan pseudoarchaeology karena meskipun interpretasi tersebut terdengar akademik maupun ilmiah, tulisan-tulisan tadi masih belum memenuhi standar dan kriteria.
Kajian Sejarah dan misteri benua Atlantis modern pertama dimulai dengan tulisan oleh Sir Thomas More yang juga pertama kali mencetuskan kata-kata “utopia” dalam karya fiksinya di abad ke-16 yang berjudul Utopia. Terinspirasi dari tulisan Plato, More mendiskripsikan Atlantis sebagai sebuah tanah yang ada di Dunia Baru. Tema ini kemudian diperkuat oleh Sir Francis Bacon dalam bukunya yang berjudul The New Atlantis, tentang sebuah masyarakat utopis yang ia sebut “Bensalem”, berlokasi di pantai barat Amerika. Berkat tulisan Bacon ini jugalah orang-orang mulai percaya bahwa reruntuhan Aztec dan Maya merupakan peninggalan Atlantis.
Pada sekitar tahun 1960, continental drift mulai bisa diterima oleh orang-orang banyak, dan peningkatan pengetahuan tentang lempeng tektonik mendemonstrasikan tidak mungkinnya benua yang hilang pada jaman dahulu pernah ada. Hal tersebut menyebabkan kajian mengenai sejarah dan misteri benua Atlantis yang hilang menyusut popularitasnya. Meski begitu, Julia Annas yang merupakan wakil profesor filosofi di Universitas Arizona mengatakan bahwa selama ini orang-orang telah salah karena berfokus pada benua yang hilang, dan tidak paham apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Plato. Baru oleh Kenneth Feder, tujuan asli Plato bisa dilihat dari tulisan yang ada dalam Timaeus bahwa Plato ingin orang-orang ketika membicarakan tentang kota-kota dan masyarakat mereka, bisa mengingat tentang Atlantis, tentang bagaimana secara tidak sengaja, setuju dengan seluruh narasi Solon. Feder juga mengutip tulisan dari A. E. Taylor yang menulis tentang ketidakmampuan kita mengetahui secara polos tentang apa yang dibicarakan Solon dengan para pendeta dan juga tujuan Plato menulis tentang Atlantis.
Demikian artikel singkat mengenai kajian sejarah dan misteri benua atlantis yang hilang dilihat dari sudut pandang plato dan kajian modern. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan anda semua. Terima kasih telah berkunjung dihalaman kami Kumpulan Sejarah.
Sejarah Atlantis Oleh Plato
Tulisan yang mengandung referensi paling awal tentang sejarah dan misteri benua Atlantis ada dalam tulisan Plato, Timaeus dan Critias yang ditulis pada tahun 360 sebelum masehi. Dalam kedua karya tersebut, muncul empat orang yang terdiri dari Critias dan Hermocrates, dua orang politisi, serta Socrates dan Timaeus dari Locri, dua orang filsuf. Meski begitu, hanya Critias yang membicarakan tentang Atlantis. Dalam kedua tulisannya, Plato menggunakan metode Socratic. Entah atas alasan apa, Plato tidak pernah menyelesaikan Critias.
Dari apa yang tertulis di Critias, dewa-dewa Hellenik kuno memisahkan benua-benua sehingga tiap dewa memiliki tanah mereka masing-masing, dan Poseidon memilih pulau Atlantis sebagai daerahnya. Pulau yang dipilih oleh Poseidon tadi jauh lebih besar dari Libya Kuno dan Asia Minor bahkan jika keduanya digabungkan, meskipun pada akhirnya pulau itu terguncang oleh gempa bumi dan tenggelam jauh ke dalam laut. Orang-orang mesir pada masa itu, menurut Plato, mendeskripsikan Atlantis sebagai sebuah pulau yang kebanyakan daerahnya adalah pegunungan di sisi utara sepanjang pantai, dan di sisi selatan terdiri dari padang yang sangat luas sepanjang 555 kilometer. Bagian pusat dari pulau tersebut memiliki diameter sekitar 0.92 kilometer.
Dalam mitologi yang ditulis sendiri oleh Plato, sejarah benua Atlantis dimulai ketika Poseidon jatuh cinta pada Cleito, anak dari Evenor dan Leucippe yang memberikannya lima pasang anak kembar laki-laki. Anak yang paling tua, Atlas, dijadikan raja seluruh pulau dan samudra yang akhirnya diberi nama Samudra Atlantis. Adik kembarnya, Gadeirus atau yang dalam mitologi Yunani disebut Eumelus, diberikan ekstrimitas pulau hingga pilar Herkules. Sisanya Ampheres & Evaemon, Mneseus dan Autochthon, Azaes dan Diaprepes, dan Elasippus dan Mestor diberikan kemampuan untuk “mengatur banyak orang, serta teritori yang besar”.
Poseidon mengukir gunung yang ia dan Cleito tempati menjadi sebuah kasti dan mengitarinya dengan tiga buah parit yang ukurannya terus bertambah. Warga Atlantis kemudian membangun jembatan di arah utara gunung, membuat sebuah rute menuju bagian pulau yang lainnya. Selain jembatan, mereka juga menggali sebuah kanal besar di laut, dan di sekitar jembatan diukir lah sebuah terowongan melewati cincin-cincin batu agar kapal-kapal mampu berlayar menuju kota melalui gunung-gunung.
Menurut tulisan Plato dalam Critias, 9000 tahun sebelum masanya, sebuah perang besar terjadi antara mereka yang ada di luar Pilar Herkules di selat Gibraltar dan mereka yang tinggal di dalam Pilar Herkules. Pada saat itu, masyarakat Atlantis berhasil mendudukkan bagian Libya yang ada di dalam daerah Pilar Herkules hingga sejauh Mesir, dan bagian Eropa hingga Tyrrhenia, dan memaksa orang-orang itu untuk menjadi budak mereka. Orang-orang Athena kemudian memimpin sebuah aliansi perlawanan untuk melawan kekejaman rezim kerajaan Atlantis. Bahkan ketika aliansi yang dibuat hancur, warga Athena akhirnya berhasil mengalahkan kerajaan Atlantis sendirian, membebaskan tanah-tanah yang sebelumnya sudah diambil oleh kerajaan tadi. Tidak butuh waktu lama untuk para dewa mengamuk akan apa yang diperbuat oleh warga Atlantis, karena dalam Critias kembali tercatat tentang sebuah gempa bumi dan banjir yang meluluhlantakkan seluruh benua itu.
Sejarah Atlantis Modern
Tulisan dari dua karya Plato tadi berhasil mengubah dunia sastra modern, karena sejak kedua tulisan tersebut terbit, banyak penulis-penulis yang menggunakan atau bahkan membuat sendiri sejarah lanjutan tentang Atlantis. Meski begitu, hampir seluruh interpretasi tentang Atlantis di era modern dianggap sebagai pseudohistory, pseudoscience, atau bahkan pseudoarchaeology karena meskipun interpretasi tersebut terdengar akademik maupun ilmiah, tulisan-tulisan tadi masih belum memenuhi standar dan kriteria.
Kajian Sejarah dan misteri benua Atlantis modern pertama dimulai dengan tulisan oleh Sir Thomas More yang juga pertama kali mencetuskan kata-kata “utopia” dalam karya fiksinya di abad ke-16 yang berjudul Utopia. Terinspirasi dari tulisan Plato, More mendiskripsikan Atlantis sebagai sebuah tanah yang ada di Dunia Baru. Tema ini kemudian diperkuat oleh Sir Francis Bacon dalam bukunya yang berjudul The New Atlantis, tentang sebuah masyarakat utopis yang ia sebut “Bensalem”, berlokasi di pantai barat Amerika. Berkat tulisan Bacon ini jugalah orang-orang mulai percaya bahwa reruntuhan Aztec dan Maya merupakan peninggalan Atlantis.
Pada sekitar tahun 1960, continental drift mulai bisa diterima oleh orang-orang banyak, dan peningkatan pengetahuan tentang lempeng tektonik mendemonstrasikan tidak mungkinnya benua yang hilang pada jaman dahulu pernah ada. Hal tersebut menyebabkan kajian mengenai sejarah dan misteri benua Atlantis yang hilang menyusut popularitasnya. Meski begitu, Julia Annas yang merupakan wakil profesor filosofi di Universitas Arizona mengatakan bahwa selama ini orang-orang telah salah karena berfokus pada benua yang hilang, dan tidak paham apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Plato. Baru oleh Kenneth Feder, tujuan asli Plato bisa dilihat dari tulisan yang ada dalam Timaeus bahwa Plato ingin orang-orang ketika membicarakan tentang kota-kota dan masyarakat mereka, bisa mengingat tentang Atlantis, tentang bagaimana secara tidak sengaja, setuju dengan seluruh narasi Solon. Feder juga mengutip tulisan dari A. E. Taylor yang menulis tentang ketidakmampuan kita mengetahui secara polos tentang apa yang dibicarakan Solon dengan para pendeta dan juga tujuan Plato menulis tentang Atlantis.
Demikian artikel singkat mengenai kajian sejarah dan misteri benua atlantis yang hilang dilihat dari sudut pandang plato dan kajian modern. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan anda semua. Terima kasih telah berkunjung dihalaman kami Kumpulan Sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar